Beranda | Artikel
Menyelesaikan Perselisihan antara Isteri-Isteri
Jumat, 12 November 2021

BAB III
POLIGAMI

Pasal 12
Menyelesaikan Perselisihan antara Isteri-Isteri
Ummu Ruman -ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu anha- pernah berkata kepada ‘Aisyah, “Wahai puteriku, tolonglah aku dalam menuntunmu. Demi Allah, semakin seorang wanita merendah diri di sisi suami yang mencintainya sedang dia memiliki madu, melainkan dia akan banyak berpihak kepadanya.” (HR. Al-Bukhari (no. 4750) di dalam hadits Ifki (kisah kebohongan orang-orang munafik).

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ مِنْ كَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاهَا قَالَتْ وَتَزَوَّجَنِي بَعْدَهَا بِثَلَاثِ سِنِينَ وَأَمَرَهُ رَبُّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَوْ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام أَنْ يُبَشِّرَهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha bahwasanya dia berkata, “Aku tidak cemburu kepada seorang pun dari isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti kecemburuanku kepada Khadijah, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak menyebutnya (Khadijah) dengan menyampaikan berita kepadanya bahwa dia akan mendapatkan rumah di Surga dari emas dan perak.” [HR. Al-Bukhari].

Dari ‘Urwah bin Zubair, dia berkata, ‘Aisyah Radhiyallahu anha pernah berkata, “Pada suatu hari aku tidak mengetahui Zainab masuk menemuiku tanpa izin sedang dia dalam keadaan marah. Kemudian dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau sudah merasa cukup, jika datang kepadamu puteri Abu Bakar.’ Kemudian dia mendatangiku, lalu aku berpaling darinya sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Belalah dirimu.’ Lalu aku menghadap kepadanya sehingga aku melihatnya telah mengering keringatnya, di dalam mulutnya tidak terdapat sesuatu pun untuk menjawabku. Kemudian aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berseri wajahnya.” [HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shahih].[1]

Dari Yahya bin ‘Abdirrahman bin Hathib bahwa ‘Aisyah Radhiyallahu anha, dia berkata, “Aku pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa khuzairah yang telah aku masak untuk beliau. Lalu kukatakan kepada Saudah -sedang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di antara diriku dan dirinya- ‘Makanlah.’ Lalu dia menolak, maka aku katakan, ‘Engkau makan atau aku akan lumurkan ke wajahmu.’

Tetapi, dia tetap menolak. Maka aku letakkan tanganku ke dalam khuzairah, lalu aku laburkan ke wajahnya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa, lalu beliau meletakkan tangan beliau ke tangannya (Saudah) seraya berkata kepadanya, ‘Lumuri pula wajahnya.’ Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa untuknya.

Kemudian ‘Umar lewat seraya berucap, ‘Wahai hamba Allah, wahai hamba Allah.’ Beliau mengira bahwa ‘Umar akan masuk, maka beliau bersabda, ‘Bangun dan cucilah wajah kalian berdua.’

Maka ‘Aisyah berkata, ‘Dan aku segan kepada ‘Umar karena kewibawaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’” [HR. Abu Ya’la dengan sanad yang hasan].

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, dia berkata, “Aku pernah katakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Cukuplah engkau begini dan begitu terhadap Shafiyah.’ -Ghairu Musaddad mengatakan, ‘Yang dimaksudkannya adalah mengurangi perhatian beliau-.’ Maka beliau bersabda,

لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ.

Sesungguhnya engkau telah mengatakan kalimat yang jika dicampur dengan air laut, niscaya ia akan bercampur dengannya…’” [HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih].

 عَنْ أَنَسٍ، قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عِنْدَ بَعْضِ نِسَائِهِ فَأَرْسَلَتْ إِحْدَى أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ بِصَحْفَةٍ فِيهَا طَعَامٌ، فَضَرَبَتِ الَّتِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فِي بَيْتِهَا يَدَ الْخَادِمِ فَسَقَطَتِ الصَّحْفَةُ فَانْفَلَقَتْ، فَجَمَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فِلَقَ الصَّحْفَةِ، ثُمَّ جَعَلَ يَجْمَعُ فِيهَا الطَّعَامَ الَّذِي كَانَ فِي الصَّحْفَةِ وَيَقُولُ ‏ “‏ غَارَتْ أُمُّكُمْ ‏”‏، ثُمَّ حَبَسَ الْخَادِمَ حَتَّى أُتِيَ بِصَحْفَةٍ مِنْ عِنْدِ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا، فَدَفَعَ الصَّحْفَةَ الصَّحِيحَةَ إِلَى الَّتِي كُسِرَتْ صَحْفَتُهَا، وَأَمْسَكَ الْمَكْسُورَةَ فِي بَيْتِ الَّتِي كَسَرَتْ فِيه

Dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Nabi pernah berada di salah seorang isterinya, lalu salah seorang Ummahatul Mukminin mengirimkan satu piring berisi makanan. Kemudian isteri yang rumahnya ditempati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul tangan pelayan sehingga piring itu jatuh dan pecah. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan pecahan piring dan kemudian mengumpulkan kembali ke dalamnya makanan yang ada di piring tersebut seraya berkata, ‘Ibumu telah cemburu.’ Selanjutnya, pelayan itu ditahan sehingga didatangkan kepada pelayan sebuah piring dari isteri yang rumahnya ditempati Nabi. Lalu pelayan itu menyerahkan piring yang baik kepada isteri yang dipecahkan piringnya. Sementara beliau tetap menahan piring yang pecah itu di rumah yang menjadi tempat pecahnya.” [HR. Al-Bukhari].

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, dia berkata, “Pada suatu malam aku pernah kehilangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga aku mengira beliau pergi mendatangi salah seorang isterinya yang lain. Lalu aku mencari tahu dan kemudian kembali lagi dan ternyata beliau tengah ruku’ -atau sujud- seraya berucap:

سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ فَقُلْتُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي إِنَّكَ لَفِي شَأْنٍ وَإِنِّيْ لَفِي آخَرَ.

Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Mu, tiada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Engkau.’ Lalu aku katakan, ‘Demi ayah dan ibuku, sesungguhnya engkau berada dalam satu kesibukan, sementara aku dalam kesibukan yang lain.’” [HR. Muslim].

Peringatan:
Di antara manusia ada yang tergesa-gesa dan menceburkan diri dalam poligami tanpa mencermati dari keadaan dan tanpa pemikiran yang matang sehingga hanya akan menghancurkan kebahagiaan keluarga serta memecah belah kesatuan, hingga akhirnya menjadi seperti orang badui yang mengatakan:

تَزَوَّجْتُ اثْنَتَيْنِ لِفَرْطِ جَهْلِـي        بِـمَا يَشْقَى بِـهِ زَوْجُ اثْنَتَيْنِ
فَقُلْتُ أَصِيْرُ بَـيْنَهُمَا خَرُوْفًـا أُنَعِّـمُ بَيْنَ أَكْـرَمِ نَعْجَتَـيْنِ

فَصُرْتُ كَنَعْجَةٍ تُضْحِي وَتُمْسِيْ     تُـدَاوِلُ بَيْن أَخْبَثِ ذِئْبَتَـيِنِ
رِضَا هَذِي يَهِيْجُ سَخَطُ هَذِي     فَمَا أَنْجُوْ مِنْ إِحْدَى السُّخْطَتَيْنِ

وَأَلْقِى فِـي الْمَعِيْشَةِ كُلَّ ضُرٍّ        كَـذَاكَ الضُّرُّ بَـيْنَ الضَّرَّتَيْنِ
لِـهَذِي لَيْـلَةٌ وَلِتِلْكَ أُخْرَى    عِـتَابُ دَائِـمِ فِـي اللَّيْلَتَيْنِ

فَـإِنَّ أَحْبَبْتُ أَنْ تَبْقَى كَرِيْمًا مِنَ الْخَيْرَاتِ مَمْلُوْءُ الْيَدَيْـنِ
فَعِشْ عَزْبًا فَـإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْهُ فَوَاحِدَةً تَكْفِيْكَ شَرَّ الضَّرَّتَيْنِ

Aku menikahi dua orang wanita karena ketidaktahuanku yang parah
Terhadap kesengsaraan yang dialami oleh orang yang beristeri dua

Lalu kukatakan, aku berjalan di antara keduanya bagaikan seekor kambing
Digembalakan di antara dua ekor kambing betina terhormat.

Sehingga aku menjadi seperti kambing yang pergi pagi dan sore hari
Yang berkeliling di antara dua ekor serigala yang jahat

Keridhaan yang ini akan memicu kemarahan yang lain
Sehingga aku tidak pernah selamat dari salah satu dari dua ke-marahan

Dalam hidup ini aku singkirkan semua bahaya
Demikian juga dengan bahaya di antara dua madu

Untuk yang ini satu malam dan yang lainnya satu malam juga
Selalu ada celaan pada kedua malam tersebut.

Oleh karena itu, jika Anda ingin tetap mulia
Dengan berbagai kebaikan yang ada di tangan

Maka hiduplah membujang, kalau memang tidak bisa
Maka hidup dengan satu isteri saja sudah cukup daripada mendapatkan keburukan dua isteri.

Apa yang diungkapkan oleh orang badui ini tidak mutlak benar, tetapi orang yang membebani dirinya dengan poligami sedang dia tidak mempunyai kemampuan untuk memberi nafkah, mendidik, dan mengurus dengan baik, maka tidak mustahil dia akan terjerumus ke dalam apa yang dirasakan oleh si badui itu, berupa kejenuhan dan kepenatan hidup.

[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]
______
Footnote
[1] Hadits ini terdapat dalam kitab ash-Shahiih al-Musnad mimmaa Laisa fii ash-Shahiihain (II/462).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/44362-menyelesaikan-perselisihan-antara-isteri-isteri.html